13 June 2011

China’s New Solar Goal ? (Indonesian)

image by http://www.asianoffbeat.com
Laporan menunjukkan bahwa Cina  telah meningkatkan target di Tahun 2015 untuk penggunaan tenaga surya fotovoltaik (PV) menjadi 10 gigawatt (GW).  Ini berarti peningkatan target menjadi 2 kali, apabila merujuk pada Target semula pada  Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA) Tahap ke 12 (Development Plan for Renewable Energy during the 12th Five-Year Perio) yang sebesar 5 GW. Dokumen dan usulan ini telah disampaikan kepada DPR ( State Council) pada bulan Juni awal.
Hal ini salah satunya bias jadi disebabkan terjadinya kecelakaan PLTN Jepang pasca tsunami. Ini juga menunjukkan China mengikuti langkah Jerman yang akan mulai menghentikan pengembangan PLTN. Meskipun demikian apa yang dilakukan tidak persis sama dengan Jerman. Ini sesuai dengan penjelasan Direktur Badan Tenaga Atom China (China Atomic Energy Authority –CAEA). Yang mengatakan bahwa China tetap akan mengembangkan industry PLTN-nya. ( http://www.ccchina.gov.cn/cn/NewsInfo.asp?NewsId=28365).

Jadi, dari berita-berita tersebut apakah kita dapat mengartikan bahwa China akan mengembangkan secara serius ke dua sumber energy tersebut, baik bersumber nuklir atau energy matahari ? Satu hal yang jelas, China membutuhkan banyak sumber-sumber energi untuk menopang tingkat pertumbuhan ekonominya. Meskipun usaha-usaha untuk hal tersebut dilakukan selama ini, tetapi tetap saja hasilnya tidak tercapai. Di mana “economy-wide energy use per unit of gross domestic product” terpangkas samapai 20 persen selama periode Tahun 2006- 2010, dan diperhitungkan tetap akan terpangkas sebesar16 persen untuk lima tahun ke depan ini. Sementara itu konsumsi energy China secara absolut tetap terus meningkat. Karenanya hal ini tetap menjadi isu perdebatan, pada saat kenyataannya penggunaan energi China selalu mencapai puncaknya.

Sementara itu, pemerintah Cina telah setuju dan “commit” terhadap kesepakatan konvensi  UNFCC (Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim), yang akan  meningkatkan porsi penggunaan energi non-fosil sampai 15 persen dari total konsumsi energi primer pada tahun 2020 (Di mana saat itu porsinya dibawah 9 persen). Mengingat rencana China yang akan melipat-duakan penggunaan dan pengembangan energy surya tersebut, maka hal ini menunjukkan niatan China sangat sesuai dengan komitmen UNFCC

Pada saat ini kapasitas produksi dunia untuk peralatan photoplivic (PV) PLTS sudah digenjot secara maksimal dan optimal untuk memenuhi kebutuhan pasar. Maka menjadi pertanyaan bagaimana China akan memenuhi kebutuhannya untuk PLTS sebesar 10 GW tersebut.
Pada Tahun 2010 ini terdapat 4 (empat) perusahaan China yang merupakan 10 terbesar di dunia produsen PV, di samping itu China memiliki ratusan perusahaan berskala “home industry” dan perusahaan menengah.  Selama ini perusahaan2 tersebut telah menunjukkan tingkat pengembangan usaha yang pesat, dan masih merupakan sebagian kecil dari kapasitas produksi China. 


Meskipun demikian, tantangan sebenarnya adalah perusahaan2 China tersebut tidak memiliki kemampuan penguasaan teknologi yang tinggi serta lemahnya litbang yang dimiliki. Bahkan secara jujur harus diakui, di antara produsen PV kelas dunia yang ada tidak menunjukkan adanya keunggulan dan penguasaan teknologi  terkini.

Perusahaan2 tersebut mirip dengan perusahaan umumnya di China, di mana perkembangannya menjadi unggul dan besar karena lebih banyak memanfaatkan upah buruh yang relative murah daripada penguasaan teknologi. Meskipun terdapat keuntungan dengan adanya produksi PV China ini, karena menjadikan membuat harga peralatan PV dunia menjadi lebih kompetitif dan murah, tetapi hal ini juga membuat pabrik2 tersebut kurang memperhatikan factor kelesatarian lingkungan hidup. 


Sebuah laporan telah memperingatkan, bahwa regulasi pemerintah untuk produksi PV ini juga telah mengabaikan faktor lingkungan hidup, salah satunya dalam pengelolaan dan produksi zat polutan polysilicon.


Selain persoalan lingkungan hidup itu, pengembangan PLTS di China ini juga mengalami tantangan besar lainnya. Di mana fasilitas produksi dibangun pada daerah yang potensial untuk PLTS,-yang umumnya daerah itu relatif jauh dari wilayah yang memang membutuhkan energi listrik –seperti pusat2 pembangunan konstruksi pemukiman. Contohnya pengembangan PLTS di Tibet Plateau, di mana produksinya belum bisa disalurkan kepada jaringan transmisi listrik untuk memenuhi kebutuhan lokal. Belum lagi membicatrakan permasalahan bagaimana menggabungkan PLTS ini ke dalam sistem jaringan listrik nasional China. Sehingga akan nantinya akan dapatkan ke daerah lainnya yang merupakan konsumen energi.

Saat ini telah banyak rencana2 dari pemerintah lokal sampai ke tingkat nasional yang akan meningkatkan produksi energi sbesar 5 – 10 tahun ke depan. Namun demikian hal ini belum menunjukkan, bagaiamana rencana2 ini sejalan dan sinkron dengan keinginan besar China untuk peningkatan penggunaan energi terbaharukan. Patut diingat, di China terdapat pengelolaan listrik yang dikelola murni swasta yang berorientasikan profit, tapi banyak juga pengelolaan listrik yang masih dikelola BUMN –yang tentunya tidak berorientasi profit. Koordinasi dan keterpaduan di antara perusahaan2 swasta dan BUMN itu ini juga menjadi hambatan. Karenanya, China sudah seharusnya mereformasi dan membuka pasar sektor pengelolaan energi. Hal-hal semacam ini yang China belum menunjukkan langkah-langkah kejelasannya.

Mari kita berharap China akan menindaklanjuti penerapan kebijakan2 energi yang jelas, untuk menangani persoalan2 dan hambatan2 tersebut. Dan tetap kita mengamati “revolusi” iklim dan kreatifitas pengembangan energi China.



No comments:

Post a Comment